Hary Tanoe

Hary Tanoe sulit lolos dari jeratan tersangka

Wartariau.com - Kasus SMS ancaman kepada Jaksa Yulianto, menjerat CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) dalam status tersangka. Upaya pembelaan hukum dilakukan. Praperadilan diajukan. Namun, nasib berkata lain. HT justru sulit terlepas dari jeratan hukum.


    Baju Seragam Terlalu Seksi, Perawat Cantik Ini Dipaksa Resign!
    Bos di China Beri Bonus Gaji ke Karyawan yang Berhasil Diet
    10 Area Bekas Tambang di Indonesia yang Jadi Tempat Wisata Instagramable



Hakim tunggal Cepi Iskandar, memutuskan bahwa status tersangka HT sah, pada kasus SMS ancaman dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin kemarin. Sehingga proses hukum di kepolisian bisa dilanjutkan.

"Menyatakan penetapan tersangka terhadap pemohon Hary Tanoesoedibjo adalah sah," kata Cepi Iskandar.

Hakim juga menolak eksepsi dari kubu HT. Sehingga kasus tersebut bisa dilanjutkan lagi kepolisian. Sebab, kepolisian dianggap memiliki bukti permulaan cukup untuk menetapkan HT sebagai tersangka. Kesimpulan didapat usai memeriksa bukti berupa 52 surat yang diberikan polisi.

Hakim juga menilai prosedur hukum selama penyelidikan hingga penyidikan sudah sesuai prosedur yang mengacu pada Pasal 184 KUHAP dan Peraturan Kapolri (Perkap).

Putusan itu membuat kepolisian segera memproses kasusnya. Berkas tahap dua atau penyerahan tersangka dan barang bukti kasus ancaman melalui pesan singkat kepada Jaksa Yulianto segera dilakukan menyusul ditolaknya praperadilan HT. Berkas perkara tersebut kini tengah diteliti Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

"Masih (diteliti). Mudah-mudahan ada perbaikan setelah itu kita limpahkan supaya segera bisa tahap dua," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Mohammad Fadil Imran usai sidang praperadilan.

Menurut dia, kepolisian segera melengkapi kekurangan jika masih ada kekurangan. Berkas itu dilengkapi sehingga kasus tersebut segera memasuki persidangan. "Iya segera (disidangkan), mempercepat penyidikan. Yang kurang-kurang kita lengkapi," tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum HT, Munathsir Mustaman, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim menolak gugatan praperadilan kliennya. Menurutnya, hakim tidak mempertimbangkan keterangan ahli dan bukti dalam persidangan.

"Ya kalau putusan tadi ada beberapa yang tidak sesuai keinginan kita. Kalau kecewa jelas kami bahwa itulah yang terjadi di persidangan nanti kita tunggu salinan putusan dan koordinasi dengan pak HT," kata Munathsir.

Dalam kasus ini, pihaknya mempermasalahkan terkait Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terlambat diberikan kepada terlapor. Munathsir menyayangkan keputusan hakim tunggal Cepi Iskandar tidak mempertimbangkan hal tersebut.

Padahal prosedur itu dianggap melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 di mana polisi wajib menyampaikan SPDP pada terlapor, pelapor, dan pihak terkait selambat-lambatnya 40 hari setelah dikeluarkan Sprindik. "Padahal sudah sangat jelas di putusan MK bahwa SPDP harus diberikan kepada pihak terlapor, pihak terkait maksimal 7 hari," ujarnya.

Selain itu, mereka juga menyayangkan keputusan hakim tidak mempertimbangkan keterangan ahli dalam persidangan dari kubunya. Apalagi menyebut SMS HT kepada Jaksa Yulianto tidak mengandung unsur pidana dan tidak bernada ancaman.

"Kami melihat bahwa ini bermula dari alat bukti, kami melihat SMS ini jadi alat bukti dan kami menganggap alat bukti itu tidak cukup kuat karena SMS ini harus dibuktikan dengan digital forensik ataukah dari nomor lain," ucapnya.

Munathsir juga mengatakan bahwa Bos MNC Group itu sebagai termohon tidak mengetahui proses tersebut. "Keterlambatan SPDP ini mungkin karena Pak Hary Tanoe tidak tahu prosesnya kalau sudah sampai ada SPDP, pak HT menganggap normal-normal saja, tiba-tiba ada SPDP gimana kita mau protes," terangnya.





Merdeka.com
TERKAIT