Kerabat Gubernur Riau Didakwa Korupsi Rp 1,2 Miliar
Korupsi Bappeda Siak, Kerabat Gubernur Riau Didakwa Korupsi Rp 1,2 Miliar

Wartariau.com, Pekanbaru - Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru menggelar sidang kasus dugaan korupsi di Bappeda Siak dengan terdakwa Donna Fitria, Selasa kemarin. Donna yang merupakan mantan Bendahara Pengeluaran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Siak disebut-sebut merupakan kerabat (keponakan) Gubernur Riau, Syamsuar yang juga merupakan mantan Bupati Siak saat kasus dugaan korupsi tersebut terjadi pada 2013-2014 silam.
Donna juga sempat menduduki jabatan empuk sebagai salah satu kepala bidang di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau. Namun, hubungan keluarga (kekerabatan) Donna dengan Gubernur Riau belum pernah dibantah atau diiyakan oleh Pemprov Riau.
Donna merupakan pesakitan kedua yang terjerat dalam kasus tersebut. Sebelumnya, PN Tipikor Pekanbaru sudah menjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada Yan Prana Jaya yang merupakan atasan Donna sebagai Kepala Bappeda Siak. Yan Prana saat kasus ini diungkap menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Riau. Ia memang memiliki kedekatan khusus dengan Syamsuar sehingga dikatrol secara cepat duduk di jabatan nomor satu ASN Pemprov Riau tersebut.
Dalam surat dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Hendri Junaidi mengurai modus kasus tersebut. Dugaan korupsi terjadi berupa pemotongan uang perjalanan dinas pegawai di lingkungan Bappeda Kabupaten Siak. Pemotongan dilakukan sebesar 10 persen dari dana tiap perjalanan dinas yang dilakukan.
Selain itu, dakwaan jaksa juga menyebut ada dugaan korupsi pada kegiatan pengadaan alat tulis kantor (ATK) dan anggaran makanan dan minuman (konsumsi) di lingkungan Bappeda Siak tahun 2013-2014.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, yakni memperkaya Yan Prana Jaya Indra Rasyid. Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara Rp1.264.176.117, berdasarkan laporan Hasil Audit Inspektorat Kota Pekanbaru Nomor: 700/INSPEKTORAT/05/2021 tanggal 09 Juni 2021," kata jaksa Hendri dalam sidang yang berlangsung secara virtual tersebut.
Jaksa menyebut kalau pemotongan uang perjalanan dinas tersebut diperintahkan oleh Yan Prana. Dalam sebuah rapat yang dipimpin oleh Yan Prana, permufakatan untuk memotong biaya perjalanan dinas menjadi salah satu agenda. Yan Prana menanyakan apakah ada pegawai yang keberatan. Namun, karena tidak ada yang protes, maka dianggap sebagai kesepakatan dan persetujuan bersama.
Uang hasil pemotongan biaya perjalanan dinas disimpan oleh Donna lalu diserahkan ke Yan Prana. Yan disebut beralasan kalau uang itu akan dipakai untuk biaya kegiatan atau pengeluaran yang tidak dianggarkan dalam APBD.
Penasehat hukum Donna menyatakan keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum. Majelis hakim mempersilakan terdakwa Donna untuk menyampaikan eksepsi dalam sidang pekan depan.
Sebelumnya dalam persidangan pada Rabu, 30 Juni silam, Yan Prana membantah kalau inisiatif pemotongan dana perjalanan dinas tersebut berasal dari dirinya. Sebaliknya, ia justru menuding kalau itu merupakan usulan anak buahnya, yakni Donna. Ia hanya diminta Donna untuk menyampaikan hal itu ke dalam forum rapat Bappeda.
"Donna meminta hal itu saya sampaikan di rapat," kata Yan Prana kala itu.
Ia pun mengaku kalau uang hasil pemotongan dipakai untuk biaya MTQ, Tunjungan Hari Raya (THR), dan untuk tamu yang bertandang ke Bappeda Siak. Yan membantah yang itu dipakai untuk keperluan pribadinya. (*)
Donna juga sempat menduduki jabatan empuk sebagai salah satu kepala bidang di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau. Namun, hubungan keluarga (kekerabatan) Donna dengan Gubernur Riau belum pernah dibantah atau diiyakan oleh Pemprov Riau.
Donna merupakan pesakitan kedua yang terjerat dalam kasus tersebut. Sebelumnya, PN Tipikor Pekanbaru sudah menjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada Yan Prana Jaya yang merupakan atasan Donna sebagai Kepala Bappeda Siak. Yan Prana saat kasus ini diungkap menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Riau. Ia memang memiliki kedekatan khusus dengan Syamsuar sehingga dikatrol secara cepat duduk di jabatan nomor satu ASN Pemprov Riau tersebut.
Dalam surat dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Hendri Junaidi mengurai modus kasus tersebut. Dugaan korupsi terjadi berupa pemotongan uang perjalanan dinas pegawai di lingkungan Bappeda Kabupaten Siak. Pemotongan dilakukan sebesar 10 persen dari dana tiap perjalanan dinas yang dilakukan.
Selain itu, dakwaan jaksa juga menyebut ada dugaan korupsi pada kegiatan pengadaan alat tulis kantor (ATK) dan anggaran makanan dan minuman (konsumsi) di lingkungan Bappeda Siak tahun 2013-2014.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, yakni memperkaya Yan Prana Jaya Indra Rasyid. Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara Rp1.264.176.117, berdasarkan laporan Hasil Audit Inspektorat Kota Pekanbaru Nomor: 700/INSPEKTORAT/05/2021 tanggal 09 Juni 2021," kata jaksa Hendri dalam sidang yang berlangsung secara virtual tersebut.
Jaksa menyebut kalau pemotongan uang perjalanan dinas tersebut diperintahkan oleh Yan Prana. Dalam sebuah rapat yang dipimpin oleh Yan Prana, permufakatan untuk memotong biaya perjalanan dinas menjadi salah satu agenda. Yan Prana menanyakan apakah ada pegawai yang keberatan. Namun, karena tidak ada yang protes, maka dianggap sebagai kesepakatan dan persetujuan bersama.
Uang hasil pemotongan biaya perjalanan dinas disimpan oleh Donna lalu diserahkan ke Yan Prana. Yan disebut beralasan kalau uang itu akan dipakai untuk biaya kegiatan atau pengeluaran yang tidak dianggarkan dalam APBD.
Penasehat hukum Donna menyatakan keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum. Majelis hakim mempersilakan terdakwa Donna untuk menyampaikan eksepsi dalam sidang pekan depan.
Sebelumnya dalam persidangan pada Rabu, 30 Juni silam, Yan Prana membantah kalau inisiatif pemotongan dana perjalanan dinas tersebut berasal dari dirinya. Sebaliknya, ia justru menuding kalau itu merupakan usulan anak buahnya, yakni Donna. Ia hanya diminta Donna untuk menyampaikan hal itu ke dalam forum rapat Bappeda.
"Donna meminta hal itu saya sampaikan di rapat," kata Yan Prana kala itu.
Ia pun mengaku kalau uang hasil pemotongan dipakai untuk biaya MTQ, Tunjungan Hari Raya (THR), dan untuk tamu yang bertandang ke Bappeda Siak. Yan membantah yang itu dipakai untuk keperluan pribadinya. (*)
TERKAIT
Tulis Komentar