Wartariau.com&n" />
Kronologis Pembobolan Uang Negara Rp 16,81 Triliun

Ini Kronologis Pembobolan Uang Negara Rp 16,81 Triliun di PT Asuransi Jiwasraya Periode 2014-2018

Wartariau.com - Kasus korupsi di BUMN PT Asuransi Jiwasraya kian memanas dan terus ditelusuri Kejaksaan Agung. 

Kejagung akhirnya mengungkap kronologis pembobolan uang negara di BUMN PT Asuransi Jiwasraya oleh para pelaku yang menyebabkan negara rugi hingga mencapai Rp16,81 triliun.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono mengemukakan pada periode 2014-2018, PT Asuransi Jiwasraya telah berinvestasi berupa saham dan reksadana.

Hari menjelaskan untuk investasi pada reksadana tersebut, pengelolaannya dilakukan 13 perusahaan manager investasi (MI) dengan harga pembelian reksadana tersebut sesuai LHP PKN dan BPK yaitu 12,704 triliun.

"Dalam produk-produk reksadana yang diterbitkan oleh 13 MI, portofolionya berupa saham-saham yang harganya sudah dinaikkan secara signifikan atau markup oleh terdakwa Heru Hidayat dan Benny Tjokro yaitu IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, BJBR," tuturnya, Senin (29/6/2020), seperti dilansir dari bisnis.com

Hari menjelaskan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat juga berperan sebagai pengendali semua investasi PT Asuransi Jiwasraya pada 13 korporasi MI. 

Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro yang sebelumnya sudah bersepakat dengan terdakwa Hendrisman Rahim, Syahmirwan dan Hari Prasetyo melalui Joko Hartono Tirto tidak bertindak secara independen dalam pengelolaan keuangan seluruh nasabah.

"Bahwa untuk pengawasan perdagangan saham dan reksadana, dilaksanakan Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A pada OJK yang dijabat oleh Fakhri Hilmi pada periode 2014-2017 berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner (KDK) nomor 15 /KDK.02/2014 tanggal 28 Maret 2014, memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap pengelolaan investasi khusus reksadana," kata Hari.

Tersangka Fakhri Hilmi pada tahun 2016 mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk. (IIKP) yang harga sahamnya sudah dinaikkan secara signifikan atau markup oleh grup terdakwa Heru Hidayat yang dijadikan portofolio (isi) reksadana 13 MI yang penyertaan modal terbesar adalah PT AJS. 

Berdasarkan laporan dari Tim Pengawas DPTE juga telah menyimpulkan terjadinya penyimpangan transaksi saham itu adalah tindak pidana pasar modal sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 (UUPM) dan telah dilaporkan kepada tersangka Fakhri Hilmi.

"Berdasarkan fakta yang ditemukan oleh DPTE dan DPIV itu, Fakhri Hilmi tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana dimaksud, karena Fakhri Hilmi telah ada kesepakatan dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto yang terafiliasi Heru Hidayat untuk melakukan beberapa kali pertemuan yang bertujuan untuk tidak menjatuhkan sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada 13 MI," ujar Hari.

Menurutnya, ketidaktegasan tersangka Fakhri Hilmi dalam memberikan sanksi terhadap para pelaku menyebabkan negara rugi hingga Rp16,81 triliun.

"Kerugian PT AJS menjadi lebih besar pada tahun 2018 hingga mencapai Rp16,81 triliun akibat tidak tegas itu," tuturnya.

TERKAIT